Komunikasi persuasif
adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi
kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh komunikator
komunikasi
persuasif, yaitu komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau
komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
komunikator.
K.
Andeerson, komunikasi ersuasive didefinisikan sebagai perilaku
komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau perilaku
individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan.
R.
Bostrom bahwa komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang
bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau
perilaku) dari penerima.
Komunikasi
persuasif adalah upaya seseorang dalam mengkomunikasikan pesan kepada
orang lain yang sikapnya ingin diubah atau dibentuk dan dirubah pola pikirnya (doktrinisasi).
Komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang bertujuan mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima
komunikasi persuasi ialah kemampuan komunikasi yang dapat membujuk atau mengarahkan orang lain.
Warrant, bahwa komunikasi persuasif yaitu perintah yang dibungkus dengan ajakan atau bujukan sehingga terkesan tidak memaksa.
Burgon
& Huffner (2002) meringkas beberapa pendapat dari beberapa ahli
mengenai definisi komunikasi persuasi sebagai berikut;
•
Proses komunikasi yang bertujuan mempengaruhi pemikiran dan pendapat
orang lain agar menyesuaikan pendapat dan keinginan komunikator.
•Proses
komunikasi yang mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan
mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai keinginan komunikator.
Pada definisi ini ‘ajakan’ atau ‘bujukan’ adalah tanpa unsur ancaman/
paksaan.
Bila
kita merujuk kepada definisi komunikasi persuasi tersebut maka
komunikasi persuasi tentunya tanpa aspek agresi. Oleh karena itu,
komunikasi persuasi termasuk dalam pola komunikasi yang asertif.
Terkadang kita lebih suka melakukan agresi kepada diri kita sendiri
(baca: mendholimi diri sendiri). Contoh: belajar dengan SKS (Sistem
Kebut Semalam), menunda makan, merokok, maniak games dan lain
sebagainya. Tetapi mungkin dengan orang lain, kita lebih mampu
menyayanginya, misalnya rela mati untuk orang yang kita kasihi.
Berdasarkan analog semacam itu maka komunikasi persuasi kepada diri kita
sendiri akan lebih sulit daripada persuasi kepada orang lain. Kenapa?
Ya, karena kita lebih senang menganiaya diri sendiri sehingga sulit
untuk mempersuasi diri sendiri. Bukankah persuasi bukan paksaan, bukan
ancaman dan bukan pula dengan kekerasan (agresi).