Minggu, 06 Januari 2013


PERISTIWA CUMBOK
Tulisan Ini Awalnya Dari Kutipan Yang Di Dapatkan Oleh Penulis, Yaitu:
            “suara itu bergetar, “saya tidak maw membicarakannya,” kata profesor teuku Ibrahim alfian, ahli sejarah dari universitas gadjah mada, yogykarta. Ayah dan ibu Ibrahim memeng selamat dari perang combuk yang meletus di aceh tahun 1946. Tapi nenek, kakek, paman, juga banyak sepupunya jadi korban massa yang marah pada keluarga uleebalang atau bangsawan. “saya tidak tahu di mana kubur mereka sampai kini,” kata Ibrahim. Dan bukan haanya Ibrahim alfian yang berduka. “kita semua menangis mengenang kejadian berdarah itu.” Kata farhan hamid, anggota DPR dari fraksi reformasi. Farhan adalah anak ke tiga dari teungku abdul hamid-akrab di panggil ayah hamid-ulama, juga sahabat teungku d beureueh. Seperti di sebut james T. siegel, antropolog dari university of California, dalam bukunya the rope god (1962), perang cumbok tidak pernah lepas dari konteks tatanan social pada saat itu. Tatanan yang sengaja di bangun demi kepentingan belanda, namun yang sangat di sayangkan masyarakat aceh, baik uleebalang dan ulama tidak menyadri akan kepentingan belanda tersebut. (majalah tempo “cumbok sepotong sejarah gelap)
            Peristiwa cumbok terjadi pada tahun 1946, berpusat di pidie. Pertikaian ini memuncak karna adanya kesaahan peran dan tafsir dari kaum ulama dan uleebalang atau bangsawan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 agustus 1945. Pertikaian terjadi antara dua kubu yang berbeda yaitu kubu uleebalang dan ulama, masing-masing kubu memiliki pemimpin dan panglima. Dari kubu uleebalang di pimpin oleh teuku keumangan dengan panglimanya teuku daud cumbok (uleebalng ke negerian cumbok) dan kubu ulama di pimpin oleh daud beureueh dengan panglimanya husin al-mujahid. Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa bersejarah bagi masyarakat aceh. Hingga sekarang, peristiwa cumbok tetap di kenang dan menjadi catatan sejarah hitam dalam perkembangan perjuangan dan refolusi social di aceh.
Apa itu cumbok?
            Cumbok adalah nama sebuah landskap ( kenegerian yang kemudian menjadi kecamatan) termasuk dalam kewedanan atau onderafdeeling lam meulo yng tergabung dalam kabupaten atau afdeeling pidie (sebelum masuk afdeeling moord kust van atjeh atau aceh utara ). Kecamatan cumbok pada zaman hindia belanda di namakan landschap van cumbok. Sedang kepala daerahnya di sebut zelbestuurder van cumbok. Dalam bahasa daerah di sebut uleebalang cumbok. Ia memakai gelar teuku seri muda pahlawan bintara cumbok. Sebelum proklamasi kemerdekaan uleebalang cumbok adalah teuku Muhammad daud terkenal dengan teungku cumbok. Sedangkan controleur lam meulo pada waktu itu adalah scholten. Sebelum zaman kemerdekaan , pemerintah aceh pidie meliputi tiga kewedanan yaitu kewedanan sigli, lam meulo, meureudu, bireun lhokseumawe, lhoksukon dan tkengon.
Tercetusnya peristiwa cumbok
            Pada waktu dahulu, di wilayah aceh kecuali daerah aceh besar terdapat 102  daerah keuleebalang yang merupakan raja-raja kecil yang absolut. Uleebalang memegang kekuasaan secara turun temurun atas nama sultan akan tetapi lambat laun ikatan antara uleebalang dan sultan semakin lema. Hingga akhirnya mereka memisahkan diri dari sultan dan menjadi merdeka. Merek di nobatkan sebagai raja kecil di daerahnya dengan demikian mereka memihak kepada belanda dan mengadakan perjanjian setia secara sendiri-sendiri. Peristiwa tersebut di namakan korte veerklaring atau perjanjian singkat.       
            Dari keterangan tersebut uleebalang dianggap melakukan kecurangan karena sebelumnya mereka bahu membahu dengan ulama melawan belanda, uleebalang terutama di daerah pidie sudah berubah dan mereka berpihak serta setia kepada belanda, sedangkn ulama tidak pernah menerima kekuasaan belanda. Sebelum jepang mendarat ke aceh pada bulan maret 1942 pemberontakan pada belanda pada umumnya, di pimpin oleh para ulama yang tergabung dalam PUSA (persatuan ulama seluruh aceh). Faktor inilah yang terus memperuncing hubungan antara uleebalang dan ulama sehingga mereka mengambil keputusan untuk menghancurka uleebalang dan menghapuskan system pemerintahan feudal serta kekuasaan belanda di aceh.
            Pada bulan September berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 agustus 1945 telah sampai ke aceh melalui perantaraan kawat yang di kirim oleh A.K. Gani, komisaris pemerintaha pusat untuk sementara di Palembang. Pada saat itu, seluruh rakyat terutama pemuda menyambutnya dengan kegembiraan yang meluap-luap. Namun ketika itu di gambarkan ada sebagian dari kelompok uleebalang masih ragu-ragu dan mencemoohkan proklamasi kemerdekaan Indonesia serta mereka melakukan tindakan-tindakan yang menghambat usaha-usaha menegakkan kemerdekaan. Keragu-raguan, cemoohan serta tindakan uleebalang tersebut menambah keyakinan pihak ulama bahwa kaum uleebalang itu benar-benar bermaksud hendak mengembalikan kekuasaan belanda ke aceh. Atas praduga tersebut maka kaum ulama tidak ragu-ragu lagi untuk menghancurkan mereka.
            Pada oertengahan bulan November 1945 persiapan kedua belah pihak sudah rampung, hanya menunggu waktu yang baik untuk bertindak. Saat yang mereka nantinya tiba dengan timbulnya suatu peristiwa di kota sigli yaitu penyerahan senjata oleh tentara jepang. Peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya pertumpahan darah antara pihak ulama dan uleebalang pada tanggal 4 desember 1945. Namun akhirnya pertempuran ini dapat di damaikan oleh pemerintahan daerah aceh pada tanggal 6 desember 1945. Walaupun demikian pertempuran tidak dapat di hindari, sehingga peristiwa ini di kenal dengan peristiwa cumbok. Para uleebalang maupun pihak ulama menganggap peristiwa ini sebagai peristiwa penting yaitu hidup atau mati.
            Insider dalam bukunya aceh sepintas lalu menggambarkan bagaimana kekuatan dari kedua kelompokyang sedang bertikai yaitu uleebalang terdiri dari raja-raja serta familinya, di samping itu juga terdapat sebahagian besar orang-orang yang telah lanjut usia, mereka adalah abdi setia kepada rajanya secara turun-temurun. Pihak kedua yaitu pihak ulama yang terdiri dari alim ulama, pemuda dan mereka tidak puas dengan raja-rajanya. Rasa tidak puas tersebut di picu oleh pendirian  yang principieel di samping mereka bercita-cita hendak menhapuskan zelfbestuurder di aceh. Namun pihak kedua ini memiliki pengikut yang lebih banyak dari pihak yang pertama.
            Pertikaian antara dua kubu tersebut terjadi lagi, pada tanggal 12 januari 1946, di lakukan serangan umum terhadap kota lam meulo yang merupakan benteng pertahanan cumbok terkuat . dari barat yaitu dari jurusan glee gapui, serangan yang di gencarkan oleh barisan rakyat dari garot dan seulimeum di bawah pimpinan hasan ali di bantu juga oleh hasan saleh, hasbullah daud dan T ubit. Inti kekuatan oleh barisan rakyat ini  adalah sebuah meriam howitzer yang di datangkan dari kuta raja. Dari selatan yaitu dari titeu serangan di lakukan oleh barisan rakyat dari tangse dan padang tiji di bawah pimpinan ayah daud tangse dan muhd. Juned affandi. Sementarab dari timur yaitu jurusan pulo drien bireuen di bawah pimpinan nyak hasan bersama dengan T.H zainul abidin, H. tahir, Muhd tahir geurugo’, said umar dan tengku hasan matang geulumpang dua. Dari utara yaitu dari jurusan mali, menyusur jalan kereta api yaitu jalan raya beureunun lam meulo.
            Pada tanggal 12 januari 1946 meletuslah perang secara besar-besaran antara kedua belah pihak. Perang tersebut menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang tidak terhingga. Akibat dari pertempuran tersebut rumah teungku daud cumbok yang menjadi markas uleebalang dan benteng pertahanan penuh dengan lobang-lobang bekas hantaman peluru meriam. Setelah barisan rakyat menduduki lam meulo yang mereka cari adalah panglima cumbok yaitu teuku daut cumbok ternyata panglima sudah tidak ada lagi di tempat. Ia dan stafnya sudah melarikan diri. Segera di perintahkan kepada pasukan untuk memburunya. Pada tanggal 16 januari 1946  teuku daud cumbok dengan stafnya di tangkap di kaki gunung seulawah oleh barisan rakyat dari silimeum yang di pimpin oleh tgk. Ahmad Abdullah. Pembunuhan dan penangkapan terhadap para uleebalang tidak mengakhiri pertikaian tersebut. Dalam buku riwayat hidupnya, syamaun gaharu yang juga tokoh API (angkatan pemuda Indonesia) dan mantan panglima kodam 1 aceh, menyebutkan, tindakan rakyat aceh memburu kaum uleebalang sangat kejam. Banyak warga mati tanpa kubur, tiada di mandikan, tiada di slatkan. Sayangnya, tidak ada data pasti jumlah korban dalam revolusi social tersebut. Ada yang memperkirakan mencapai tiga ribu orang. Sejak itu citra ulama melambung, daud beureueh kian popular sebagai pemimpin revolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar